HADITS BERDASARKAN KUALITAS
HADITS BERDASARKAN KUALITAS
Pembagian Hadist Berdasarkan Kualitas
Berdasarkan kualitasnya, ulama mat'akhkhirin membagi hadis dalam tiga kategori yaitu: hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dla'if. Hadis shahih ialah hadis yang bersambung sanad-nya, adil dan dlabith (kuathafalannya) periwayatnya, tidaksyadz (ganjil, menyimpang) dan tidakcacat.
Pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan
A. HaditsShahih
Kata ṣaḥīḥ dalam bahasa di artikan sehat, yang dimaksud hadisṣaḥīḥ adalah hadis yang sehat dan benartidakterdapatpenyakit dan cacat.16 Hadis ṣaḥīḥmenurutistilah ulama berbedapendapat, namunsecaraumumpendapatmerekatidakadaperbedaan yang jauh. Diantara pendapat
para ulama tentang definisi hadis ṣaḥīḥa dalah sebagai berikut Para ulama telah memberikan definisi hadis shahih sebagai hadis yang telahdiakui dan disepakatikebenarannya oleh para ahlihadis
“Hadis shahih adalah hadis yang bersambungsanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabitdarirawi lain yang (juga) adil dan dhabit sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat) Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis ṣaḥīḥ sebagai berikut:
a. Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama sampai periwayat terakhir.
b. Para periwayatnya harus terdiri dari orang-orang yang ṭiqat, dalam arti adil dan ḍābiṭ,
c. Hadīṡ nya terhindardari ‘ilat (cacat)
d. Hadisnya tidak syadz, yakni tidak lebih lemah dibanding dengan riwayat lain yang bertentangan
e. Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sejaman
B. Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa ialah “sesuatu yang baik dan cantik.” Sedangkan menurut terminologi, hadis hasan ialah hadis yang muttasil sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, tetapi kadar kedhabitannya di bawah kedhabitan hadis shahih, dan hadis itu tidak syadz dan tidak pula terdapat illat (cacat).
Syarat-syarat hadis hasan dapat di rinci sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinyaadil
3. Perawinya dhabit, tetapi kedhabitannya di bawah kedhabitan hadis shahih
4. Tidakterdapatsyadz
5. Tidakadaillat.
Para ulama membagi hadis hasan menjadi dua bagian, yaitu hasan li dzatihi dan hasan li ghairihi. Yang dimaksud dengan hadis hasan li dzatihi ialah hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan diatas. Dengan demikian, maka pengertian hadis hasan li dzatihi sama dengan pengertian hadis hasan sebagaimana telah diuraikan diatas.
Selainitu, hadis hasan li dzatihi juga sederajat dengan hadis shahih li ghairihi. Sedangkan yang dimaksud dengan hadis hasan li ghairi adalah suatu hadis yang meningkat kualitasnya menjadi hadis hasan karena di perkuat oleh hadis lain. Contoh dari hadis hasan li ghairih iantara lain hadis At-Turmudzi.
“Hakbagi orang-orang muslimialah mandi di harijum’at, hendaklah salat seorang mereka mengusap dari wangi-wangian keluarganya. Jika ia tidak memperolehnya, air pun cukup menjadi wangi-wangian.”
Hadis tersebut bersanadkan Abu Yahya Ismail bin Ibrahim At-Taimi, Yazid bin Abi Ziad, Abdurrahman bin Abi Laila, dan Al-Barra’ bin Aziz. Karena itu, hadis tersebut adalah dhaif
1. Pengertian Hadits Dhoif dan Hadits Maudhu`
A. HaditsDhoif
Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhu’fun yang berarti lemah. Menurut An-Nawawi, hadis dhaif secara istilah adalah hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan. Dengan kata lain, hadis ini tidak memenuhi syarat-syarat yang dimiliki oleh hadis shahih dan hasan. Para ulama mensyaratkan kebolehan mengambil hadis dhaif dengan tiga syarat:
1. Kelemahan hadis itu tiadak seberapa.
2. Apa yang di tunjukkan hadisitu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang dapatdipegangi, dengan arti bahwa memegangny atidak berlawanan dengans esuatu dasar hokum yang sudahdibenarkan.
3. Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadis itu benardari Nabi Ia hanya digunakan sebagai ganti memegangi pendapat berdasarkan nash sama sekali.
Contohnyaa dalah hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunannya. Meriwayatkan kepada kami Abu Ahmad al-Marrar bin Hammuyah, katanya:
meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Mushaffa, katanya: meriwayatkankepada kami Baqiyyah bin Al-Walid dariTsaur bin Yazid dari Khalid bin Mi’dandari Abu
Umamahdari Nabi SAW., bahwabeliauberkata:
“Barang siapa berdiri mengerjakan salat pada malam dua hari raya semata-mata karena Allah, maka tidak akan mati hatinya pada hari semua hati mati.”
Para rawi diatas adalah stiqat. Hanya sajaTsaur bin Yazid dituduh sebagai berpaham Qadariyah. Namun dalam kesempatan ini ia meriwayatkan hadis yang tidak berkaitan dengan perilaku bidahnya itu sehingga tidak menghalangi kehujahannya.
Muhammad bin Mushaffa adalah shaduq dan banyak hadisnya sehingga Ibnu Hajar menjulukinya sebagai seorang hafiz. Al-Dzahabi berkata, “Ia adalah tsiqat dan masyhur. Akan tetapi, dalam beberapa riwayatnya terdapat banyak kemungkaran.”
Dalam sanad hadis diatas terdapat Baqiyah bin al-Walid. Ia adalah salah seorang imam yang hafiz. Ia adalah shaduq, tetapi banyak melakukan tadlis dari para rawi yang dhaif dan Muslim meriwayatkan hadis darinya hanya sebagai mutaba’ah. Dalam kesempatan ini ia tidak menegaskan bahwa ia mendengarkan hadis tersebut secara langsung dari Tsaur bin Yazid dan karenanya hadis ini menjadi dhaif.
Hadis-hadis dhaif dapat di temukan pada beberapa karya/kitab sepertiberikut:
1. Ketiga Mu’jam At-Thabarani: Al-Kabir, Al-Awsath, As-Shagir.
2. Kitab Al-Afrad, karya Ad-Daruquthni. Di dalam hadis-hadis Al-Afrad terdapat hadis-hadis Al-Fardu Al-Mutlaq, dan Al-Fardu An-Nisbi.
3. Kumpulan karya Al-Khatib Al-Baghdadi.
4. Kitab HilyatulAuliya’ waThabaqatulAsfiya’ karya Abu Nu’aimAlAshba’hani
B. HaditsMaudhu`
Al-Maudhu’ adalah isim maf’ul dariwa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (di tinggal)).
Sedangkan pengertian hadits maudhu’ menurut istilah adalah:
“hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkannya”.
Sebagian, mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadits maudhu’ ialah:
“hadits yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini di nisbatkan kepada Rasulullah SAW secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak”.
Jadi hadits maudhu’ itu adalah bukanhadits yang bersumber dari Rasulullah SAW atau dengan kata lain bukan hadits Rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian di nisbatkan kepada Rasul.
Post a Comment
Post a Comment